Energi biomassa saat ini terus dikembangkan untuk menghasilkan listrik untuk membantu kebutuhan energi yang semakin meningkat. Perangkat energi biomassa ini dapat digunakan pada skala kecil untuk menyediakan energi listrik bagi negara berkembang serta menjadi fasilitas besar untuk mengelola sumber biomassa yang mudah diperoleh.
Meskipun saat ini sel-sel bahan bakar suhu rendah didukung metanol atau hidrogen, teknologi sel bahan bakar suhu rendah ternyata tidak bisa langsung menggunakan biomassa sebagai bahan bakar karena kurangnya sistem katalis. Tetapi kini, tim peneliti dari Georgia Institute of Technology telah berhasil mengembangkan jenis bari sel bahan bakar suhu rendah yang secara langsung mengkonversi energi biomassa menjadi listrik dengan bantuan katalis yang diaktifkan dari panas matahari. Sel bahan bakar hibrida menggunakan sumber energi biomassa termasuk pati, selulosa, lignin, bubuk kayu, ganggang dan limbah unggas.
Menurut Yulin Deng, mereka telah mengembangkan metode terbaru untuk menangani energi biomassa pada suhu ruangan, dan digunakan secara tidak terbatas yang dapat menangani hampir semua jenis biomassa. Teknologi ini merupakan salah satu pendekatan terbaik untuk memanfaatkan berbagai jenis biomassa dan sampah organik untuk menghasilkan energi listrik tanpa perlu pemurnian.
Seperti yang diketahui, biomassa sering digunakan dalam produksi energi merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang digunakan sebagai bahan biofuel, tapi biomassa tidak mencakup materi organik yang telah ditransformasi proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi.
Salah satu tantangan besar sel bahan bakar biomassa saat ini adalah ikatan karbon (polimer alam) tidak dengan mudah dipecah dengan katalis konvensional termasuk logam mulia. Untuk mengatasi tantangan, ilmuwan mengembangkan sel bahan bakar mikroba dimana enzim mampu memecah energi biomassa. Tetapi proses ini memiliki banyak kelemahan diantaranya output daya terbatas, enzim hanya memecah beberapa jenis biomassa dan sistem mikroba sewaktu-waktu bisa saja tidak berfungsi disebebkan berbagai faktor.
Sistem baru yang diperkenalkan akan memberikan keuntungan besar termasuk menggabungkan fotokimia dan degradasi biomassa solar termal dalam proses kimia tunggal. Sistem ini tidak menggunakan logam mulia mahal (emas) sebagai katalis anoda karena oksidasi bahan bakar dikatalisasi Polyoxometalate dalam larutan. Polyoxometalate secara kimiawi stabil sehingga sel bahan bakar hibrida dapat menggunakan biomassa polimer tanpa pemurnian.
Menurut laporan analisis penelitian yang diterbitakan pada journal Nature Communications, 7 Februari 2014, sel bahan bakar bisa dioperasikan selama 20 jam sehingga katalis Polyoxometalate dapat digunakan kembali tanpa perawatan lebih lanjut. Kepadatan daya maksimum berkisar 0,72 Miliwatt per sentimeter persegi, hampir 100 kali lebih besar dari sel bahan bakar mikroba berbasis selulosa dan terbaik dalam sel bahan bakar mikroba.
Yulin Deng mengatakan bahwa output atau daya bisa meningkat 5 hingga 10 kali ketika proses energi biomassa ditingkatkan. Jenis sel energi biomassa seperti ini bisa memiliki output energi mirip dengan sel bahan bakar metanol dimasa mendatang, sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Meskipun saat ini sel-sel bahan bakar suhu rendah didukung metanol atau hidrogen, teknologi sel bahan bakar suhu rendah ternyata tidak bisa langsung menggunakan biomassa sebagai bahan bakar karena kurangnya sistem katalis. Tetapi kini, tim peneliti dari Georgia Institute of Technology telah berhasil mengembangkan jenis bari sel bahan bakar suhu rendah yang secara langsung mengkonversi energi biomassa menjadi listrik dengan bantuan katalis yang diaktifkan dari panas matahari. Sel bahan bakar hibrida menggunakan sumber energi biomassa termasuk pati, selulosa, lignin, bubuk kayu, ganggang dan limbah unggas.
Solusi Baru Energi Biomassa Hibrida
Menurut Yulin Deng, mereka telah mengembangkan metode terbaru untuk menangani energi biomassa pada suhu ruangan, dan digunakan secara tidak terbatas yang dapat menangani hampir semua jenis biomassa. Teknologi ini merupakan salah satu pendekatan terbaik untuk memanfaatkan berbagai jenis biomassa dan sampah organik untuk menghasilkan energi listrik tanpa perlu pemurnian.
Seperti yang diketahui, biomassa sering digunakan dalam produksi energi merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang digunakan sebagai bahan biofuel, tapi biomassa tidak mencakup materi organik yang telah ditransformasi proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi.
Energi Biomassa Hibrida
Salah satu tantangan besar sel bahan bakar biomassa saat ini adalah ikatan karbon (polimer alam) tidak dengan mudah dipecah dengan katalis konvensional termasuk logam mulia. Untuk mengatasi tantangan, ilmuwan mengembangkan sel bahan bakar mikroba dimana enzim mampu memecah energi biomassa. Tetapi proses ini memiliki banyak kelemahan diantaranya output daya terbatas, enzim hanya memecah beberapa jenis biomassa dan sistem mikroba sewaktu-waktu bisa saja tidak berfungsi disebebkan berbagai faktor.
Quote:
Dengan adanya sistem energi biomassa yang baru dicampur dengan katalis Polyoxometalate (POM) kemudian terkena cahaya matahari, elektron diangkut katoda dimana akhirnya teroksidasi oksigen melalui sebuah sirkuit eksternal untuk menghasilkan listrik. |
Menurut laporan analisis penelitian yang diterbitakan pada journal Nature Communications, 7 Februari 2014, sel bahan bakar bisa dioperasikan selama 20 jam sehingga katalis Polyoxometalate dapat digunakan kembali tanpa perawatan lebih lanjut. Kepadatan daya maksimum berkisar 0,72 Miliwatt per sentimeter persegi, hampir 100 kali lebih besar dari sel bahan bakar mikroba berbasis selulosa dan terbaik dalam sel bahan bakar mikroba.
Yulin Deng mengatakan bahwa output atau daya bisa meningkat 5 hingga 10 kali ketika proses energi biomassa ditingkatkan. Jenis sel energi biomassa seperti ini bisa memiliki output energi mirip dengan sel bahan bakar metanol dimasa mendatang, sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.